Selasa, 12 Februari 2013

Perbedaan Proses Pemeriksaan Tindak Pidana Militer dan Proses Pemeriksaan Koneksitas



Secara umum perbedaan antara proses pemeriksaan tindak pidana militer dan proses pemeriksaan koneksitas yaitu :
1.    Proses pemeriksaan tindak pidana militer secara keseluruhan dilakukan oleh peradilan militer sedangkan proses pemeriksaan perkara koneksitas dapat dilakukan pada pengadilan militer dan juga pada peradilan umum.
2.    Proses pemeriksaan tindak pidana militer tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer sedangkan perkara koneksitas berpedoman atau diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP khususnya dalam Pasal 89 sampai 94.
3.    Dalam proses pemeriksaan tindak pidana militer penyidikan dilakukan oleh Atasan yang berhak Menghukum, Polisi Militer dan Oditur Militer sedangkan dalam perkara koneksitas pelaksanaan penyidikan yang menurut pendapat A. Abu Ayyub Saleh (2004:4) dilaksanakan oleh suatu tim tetap yang terdiri dari :
a.    Penyidik, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 KUHAP
b.    Polisi Militer Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
c.    Oditur Militer atau Oditur Militer Tinggi
Lebih lanjut menurut A. Abu Ayyub Saleh  (2004:5) bahwa :
a.    Tim penyidik tersebut di atas melakukan kewenangannya masing-masing sesuai ketentuan Pasal 89 ayat 2 KUHAP
b.    Tim penyidik tersebut dibentuk dengan Surat Keputusan bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Menteri Kehakiman RI sesuai ketentuan Pasal 89 ayat (3) KUHAP.   
        Konsekuensi Yuridis Setelah Polri Keluar dari ABRI 
Setelah institusi Kepolisian Republik Indonesia keluar dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia tentunya menimbulkan dampak, baik terhadap institusi Polri itu sendiri maupun institusi ABRI. Dengan keluarnya Polri dari institusi ABRI maka secara otomatis bagi anggota Polri yang terlibat dalam suatu tindak pidana tidak lagi diperiksa dan dituntut pada peradilan militer akan tetapi berdasarkan Ketetapan MPR Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia khususnya dalam Pasal 2 dijelaskan bahwa :
“Proses peradilan pidana bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum dilakukan hukum acara yang berlaku di lingkungan peradilan umum”.
Sebelum institusi Polri keluar dari ABRI, apabila ada anggota Polri yang terbukti atau patut diduga melakukan suatu tindak pidana, maka akan diperiksa oleh peradilan militer berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, akan tetapi dengan keluarnya institusi Polri maka secara yuridis berdampak pada tidak berwenangnya peradilan militer untuk memeriksa dan mengadili anggota Polri yang melakukan tindak pidana.
Dalam hal penyidikan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Polri, maka berdasarkan ketentuan TAP MPR Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 4 dijelaskan :
Penyidikan terhadap Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan tindak pidana dilakukan oleh penyidik sebagaimana diatur menurut hukum acara pidana yang berlaku di lingkungan peradilan umum.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka sangat jelas bahwa konsekuensi yuridis dengan keluarnya Polri dari ABRI yaitu peradilan militer tidak mempunyai kewenangan untuk memeriksa anggota Polri yang melakukan suatu tindak pidana, akan tetapi Polri dianggap sebagai pihak sipil dan bukan lagi anggota MIliter yang apabila terbukti melakukan suatu tindak pidana, maka akan diperiksa berdasarkan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku dalam hal ini Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar